Anonimitas sangat berperan penting
dalam membuat orang menjadi lebih bebas ketika ia berinteraksi secara online ( Waskul & Douglas, 1997).
Semakin tinggi derajat anonimitas yang dimiliki seseorang dalam interkasi online, maka semakin bebas dan berani ia
mengungkapkan dirinya, bahkan dalam kasus tertentu dapat membuatnya merasa
dibebaskan dari tanggung jawab sosial yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari
(Suler, 2004).
Menariknya, proses pertukaran
informasi antara orang-orang yang berinteraksi dalam media online dapat menyebabkan terjadinya proses atribusi yang bersifat
hiperpersonal antara penggguna yang satu dengan yang lain (Walther, 1996).
Fenomena hiperpersonal dalam media online
sendiri merujuk pada kecenderungan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi online untuk melebih-lebihkan
atribusinya terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang yang menjadi targetnya
komunikasinya (Walther, 1996). Hal ini disebakan oleh adanya anonimitas visual
yang memicu seseorang untuk mempunyai atribusi dan imajinasi yang berlebihan
ketika berinteraksi dengan orang lain. Sekali saja pengguna media online mempunyai kesan positif terhadap
target lawan bicara, maka itu akan membuatnya semakin mendalamkan komunikasi
tersebut.
Disisi lain, anonimitas visual dalam
interaksi online juga mempermudah
seseorang untuk menampilkan diri dengan cara yang positif dan dapat diterima
oleh target komunikasi. Mereka tidak perlu takut dan khawatir dengan penampilan
fisik mereka dan juga tidak harus mengontrol perilaku non-verbal mereka selama
komunikasi berlangsung, sehingga bisa lebih berfokus pada strategi pengungkapan
diri melalui isi pesan untuk memberikan kesan positif pada target komunikasi.
Selain karena sifat media online yang memberikan anonimitas visual
sehingga meniadakan isyarat-isyarat sosial yang dapat dilihat secara langsung,
seseorang juga mempunyai motif-motif psikososial yang membuatnya cenderung
mengungkapan dirinya lebih bebas ketika menggunakan media sosial. Lebih jauh, Valkenburg, Schouten dan Peter
(2005) menggolongkan motif-motif
psikososial yang membuat seseorang terlibat dalam aktivitas online dalam 3 kategori yaitu :
1. Eksplorasi diri, terkait dengan motif untuk mencoba-coba atau mengeksplorasi identitas baru dengan harapan dapat merasakan reaksi orang lain atau eksperimen identitas tersebut. Anonimitas visual yang yang dimiliki media online memungkinkan orang untuk melakukan eksplorasi identitas sehingga memungkinkan mendapatkan pengalaman psikologis yang baru.
2. Kompensasi sosial, mengacu pada kecenderungan orang untuk mengkompensasi relasi sosial tatap muka yang dinilainya negative dengan mencari, mengembangkan, atau membina hubungan sosial secara online. Seseorang yang tidak bahagia dengan hubungan yang dimilikinya, mempunyai kesulitan membina persahabatan, atau mengalami kecemasan sosial dalam relasi tatap muka, dapat melibatkan diri secara lebih aktif dalam hubungan online untuk menggantikan hubungan yang tidak diinginkan atau tidak memuaskan dalam relasi tatap muka.
3. Fasilitas atau peningkatan sosial. Terkait dengan kecenderungan untuk meningkatkan hubungan dengan mengembangkan relasi sosial pada jejaring yang lebih luas sekaligus mengintensifkan relasi yang sudah ada melalui media online pada orang yang mempersepsikan bahwa dirinya telah mempunyai relasi yang positif dalam interaksi tatap muka.
Kesimpulannya, anonimitas yang
meniadakan isyarat sosial visual dalam media online merupakan faktor penting agar orang mengungkapkan diri secara
lebih bebas, personal, intim, bahkan ekstrim dalam ruang publik di media online, namun bukan satu-satunya factor.
Terdapat factor psikososial dalam diri seseorang yang juga berperan penting
dalam pengungkapan diri di media online. Anonimitas visual dalam media sosial
merupakan katalisator bagi seseorang untuk memenuhi harapan dan motif untuk
selalu terhubung dengan orang lain berupa motif peningkatan sosial maupun motif
kompensasi sosial. Secara lebih spesifik, 2 motif itu berperan penting bagi
orang yang ingin memenuhi kebutuhan psikososialnya baik kebutuhan akan
penerimaan sosial, keakraban, mengkompensasi self-esteem, menarik perhatian orang lain, maupun kebutuhan untuk
menjadi popular diantara orang lain.
Sumber : Himpunan Psikologi. 2016. Psikologi dan Teknologi Informasi. Jakarta: Himpunan Psikologi
Komentar
Posting Komentar